Janji adalah salah satu hal yang setiap orang akan miliki. Namun, ada kalanya kita tidak bisa secara serta merta memenuhi hal yang umumnya diwariskan dari orang lain pada kita. Ya itulah kenyataan yang akan kita lihat pada Pemburu di Manchester Biru dari sutradara Rako Prijanto.
Film yang dibintangi oleh Adipati Dolken dan Ganindra Bimo ini mengangkat kisah dari Hanif Thamrin, orang Indonesia yang mencari peruntungan di tanah Premier League setelah lulus dari kuliah S2-nya di London yang hidup bersama Pringga Praja, sahabatnya yang juga berasal dari Indonesia. Beberapa bulan setelah kelulusannya, ia mendapatkan peruntungan kala diterima kerja sebagai content producer di salah satu media yang bekerjasama dengan Manchester City.
Penonton hanya akan diperlihatkan mengenai hidup dari Hanif Thamrin kala di Inggris, bagaimana dia berusaha keras untuk menghidupi diri sendiri sampai rela mengambil pekerjaan yang cuman bakal diambil sama orang yang benar-benar desperate. Setelah diterima kerja yang ia inginkan, mulailah petualangan barunya sebagai bagian dari pemenuhan janjinya pada ayahnya yang sudah tiada.
Namun sayang sekali, penonton tidak akan banyak melihat apa yang sebenarnya dikerjakan oleh Hanif ini selain memburu berita terbaru soal Manchester City dan diamuk-amuk oleh atasannya. Walaupun diperlihatkan mengenai pola kerja di perusahaan media olahraga, kamu ngga akan melihat bagaimana karyawannya bakal ngobrolin banyak hal mengenai bola selain di beberapa scene yang krusial.
Pemburu di Manchester Biru ini sejatinya menampilkan perjalanan hidup dari Hanif Thamrin. Memang ada masanya di mana dia berada di titik terbawahnya, namun jalan untuk Hanif bangkit dari keterpurukannya terasa cukup dimudahkan berkat hadirnya teman-temannya yang masih hadir untuknya. Ya ngga instan-instan amat sih, cuman kerasa gampang aja gitu melihat usaha Hanif untuk naik lagi yang kadang justru dikacaukan dengan tingkah ceroboh walaupun manusiawi darinya.
Chemistry antar Hanif dan karakter-karakter lainnya memang terasa alami, terutama yang diperlihatkan pada dirinya dan Pringga yang bromance-nya sangatlah kental. Akan tetapi, sayang para karakter lain di samping Hanif ini sangat kurang disorot, sehingga membuat mereka semua terasa dangkal sekali.
Namun tetap saja, akting dari para pemain dalam Pemburu di Manchester Biru ini tetap patut diapresiasi, terutama untuk Adipati Dolken dan Ganindra Bimo yang tek-tokannya asik banget. Donny Alamsyah pun juga sesekali mampu tampil sebagai bapak yang bisa menjadi panutan oleh bapak-bapak lain di dunia.
Perjalanan Hanif Thamrin menjadi produser konten ternama asal Indonesia memang menarik, dengan segala ups-and-downs yang ia alami selama hidup. Walaupun begitu, karakterisasi sebagian besar karakternya yang dangkal membuat film arahan Rako Prijanto ini terasa sedikit kendor. Nevertheless, I will still recommend this one to be put on your watchlist in Netflix. This is worth your while, I guess.
Score: 6.0 / 10
Writer: Galih Dea Pratama